Dahulu, Jerman terbagi
menjadi dua bagian, Jerman Barat dan Jerman Timur. Pada akhir perang dunia
kedua, terbagi menjadi empat wilayah kependudukan militer dibawah kendali
Amerika Serikat, Inggris, Perancis, dan satu wilayah dibawah Uni Soviet. Kali
ini, kita akan membahas tentang sedikit sejarah Jerman Timur dan terbentuknya
Tembok Berlin.
Jerman Timur atau yang
dikenal sebagai Republik Demokratik Jerman adalah negara blok timur selama
periode perang dingin yang dimana sebelumnya menjadi wilayah Jerman yang
diduduki pasukan Uni Soviet pasca perang dunia kedua. Seperti yang kita ketahui
Jerman menjadi negara paling menderita, karena menjadi pihak yang menjadi
pemicu meletusnya perang dunia kedua, namun, berakhir dengan kekalahan yang
tragis dan menyerah pada Mei 1945. Imbasnya, seluruh wilayah Jerman dikuasai
oleh Gabungan Zona Barat (Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis. Sementara,
Zona Timur dikuasai oleh Uni Soviet. Meski demikan, tujuan awal dibaginya
wilayah Jerman pada waktu itu ialah untuk membantu pembangunan kembali Jerman,
Sekaligus agar negara Sang Adolf Hitler tersebut tidak lagi menjadi ancaman
perdamaian dunia. Namun, perang dingin mengubah segalanya.
Pada 7 Oktober 1949,
Republik Demokratik Jerman resmi berdiri atas mandat Uni Soviet di wilayah
timur. Serta, sebelumnya pada 23 Mei 1949, tiga wilayah di barat
mendeklarasikan kemerdekaan Republik Federal Jerman. Kemudian, jerman juga
sempat diusulkan reunifikasi oleh Stalin. Sebelumnya Jerman juga pernah
diusulkan untuk bersatu dalam satu negara. Rolf Steininger dalam bukunya yang
berjudul “The German The Stalin Note of
1952 and Question The Problem of Reunification” yang mengatakan “Stalin memberi usulan untuk menyatukan
Jerman yang dikenal sebagai Nota Stalin, dengan kebijakan netralitas tanpa
kondisi pada kebijakan ekomom serta dengan jaminan untuk hak asasi manusia, dan
kebebasan dasar yang meliputi kebebasan berpendapat, pers, kegiatan keagamaan,
berserikat, dan kebebasan untuk melakukan kegiatan partai dan organisasi
demokratis” Akan tetapi, sayangnya,
usulan tersebut ditolak oleh Jerman Barat dan Sekutunya. Dalam hal ini, Jerman
Barat berdalih, reunifikasi bukanlah prioritas pemerintah Jerman Barat,
lantaran, Jerman seharusnya bergabung dengan NATO, dan negosiasi semacam itu
akan dipandang sebagai kapitulasi oleh Uni Soviet.
Dimasa awal berdirinya
Jerman Timur, menerapkan serangkaian kebijakan unik, salah satunya mengawasi
perkembangan celana jeans secara ketat. Menurut Pemerintahan Jerman Timur pada
waktu itu ialah penggunaan celana jeans adalah bagian dari eskpersi kapitalisme
barat sekaligus pemberontakan pada negara. Meski memiliki simbol yang sangat
politis, nyatanya, banyak warga yang ingin memilikinya, berbagai cara ilegal
pun digunakan oleh warga Jerman Timur agar bisa memiliki celana jeans. Uniknya,
karena memiliki nilai yang cukup ekonomis, pemerintah justru memproduksi jeans
mereka sendiri pada tahun 1974, namun dengan bahan sintetis karena kekurangan
bahan katun pada saat itu. Kemudian, pada tahun 1978, pemerintah Jerman Timur
mengimpor sejuta pasang jeans Levi’s dari Amerika Serikat. kemudian dijual
dibeberapa perusahaan yang sudah terpilih, bahkan dijual kepada pasukan
kementerian keamanan dalam negeri.
Sejak awal, Jerman Timur
memiliki identitas yang berbeda dengan Jerman Barat. David Priestland dalam
bukunya “The Red Flag A History of
Communism” mengungkapkan “Jerman
merupakan warisan kekaisaran dan militer Prusia, Partai Persatuan Jerman (SED)
yang berkuasa, memutuskan keterkaitan dan keterikatan antara Prusia dan Jerman
Timur” lalu dkabarkan pemerintah melakukan penghancuran sejumlah
peninggalan aristokrasi Prusia, bersamaan dengan rumah milik bangsawan
terdahulu. Disaat yang sama menggantinya dengan sejarah Jerman seperti “Perang
Petani Jerman 1524-1525” bahkan, pada Kongres ke-9 partai pada tahun 1976,
pemerintah memutuskan tokoh reformis seperti Karl Freiherr vom Stein, Karl von Hrdenberg, Wilhelm von Humboldt, dan Gerhard von Scharnhorst sebagai contoh
dan panutan yang mesti ditiru oleh rakyat Jerman Timur.
Kemudian berkembangnya
konsep feminisme di Jerman Timur. Iya, Jerman Timur termasuk memiliki kebijakan
yang sangat egaliter. Gerakan feminisme sendiri pernah sangat berkembang di
Jerman Timur sekitar tahun 1960-1970. Pemerintah Jerman Timur menciptakan
sistem komprehensif yang dirancang untuk mengakomodasi kaum wanita masuk ke
dunia kerja, sesuai dengan semangat feminisme marxis. Jerman Timur juga
menganggap patriarki sebagai dampak dari kapitalisme. Kemudian menurut Hesver Vaizey pada bukunya yang berjudul
“Born in The GDR Living in The Shadow of
The Wall” mengungkapkan “Pada tahun
1990 dilaporkan sekitar 90% wanita Jerman Timur bekerja, Berbanding dengan
Jerman Barat yang hanya 55%”. Perbedaan gaji pria dan wanita hanya 8%
sedangkan kesenjangan gaji di Jerman Barat mencapai 23%.
Kemudian, dibalik terbentuknya Tembok Berlin, yakni pemerintah Jerman Timur membangun tembok sebagai pemisah dengan Jerman Barat yang dikenang sebagai simbol komunisme di eropa. Peter E. Quint dalam bukunya yang berjudul “The Imperfect Union Constitutional Structures of German Unification” mengungkapkan “Awalnya kondisi perekonomian Jerman Timur berada pada fase yang cukup stabil, lantaran langsung dikendalikan pemerintah melalui perusahaan milik negara” Tidak heran, maka harga dari komoditas dan jasa primernya diatur pleh pemerintah pusat sehingga tidak fluktuatif. Perlu kita ketahui, Jerman Timur perlu membayar perampasan perang kepada Uni Soviet, mereka menjadi negara termakmur di blok timur. Namun, disinilah permasalahan dimulai. Jerman Timur masih dianggap kalah jauh dari pertumbuhan ekonomi liberal ala Jerman Barat. Sehingga, berdampak pada padatnya warga Jerman Timur berpindah ke Jerman Barat.
0 Komentar