
Seni rupa selain berfungsi sebagai pemenuh kebutuhan emosional individu dengan proses dan komposisi visual yang ada didalamnya juga dapat berfungsi secara sosial sebagai medium dalam menyampaikan gagasan, kritik, narasi, persuasi bahkan propaganda.
Secara umum, seni rupa diciptakan agar berumur panjang baik dengan cara digores dengan cat minyak di kanvas, dicetak dengan bahan perunggu, dipahat di batu, tanah liat dan media lain yang mampu bertahan melewati generasi dan berpindah dari museum ke museum maupun berakhir di ruang tamu kaum bourgeoisie.
Tetapi tidak dengan street art, tidak ada yang tahu pasti berapa lama sebuah street art akan bertahan dan dimana Ia akan berakhir dikarenakan kontaknya secara langsung dengan ruang publik dan berada dibawah pengawasan otoritas terkait karena dianggap sebagai tindakan illegal dan dicap sebagai vandalisme.
Mulai dari graffiti, poster, sticker, stencil, goresan di dinding goa jaman purba hingga pesan-pesan politis di tembok berlin bisa dikategorikan sebagai street art. Dikarenakan medium, bentuk dan metode yang cukup beragam, usaha untuk menyederhanakan street art tentunya bukan hal yang mudah.
Dengan ketidakterbatasan ide yang mampu ditampung oleh street art, semua orang tanpa latar belakang pengetahuan tentang “isme-isme” dan unsur yang ada dalam seni rupa dapat menyampaikan ide yang mereka miliki lalu bisa dilihat langsung oleh publik tanpa proses kurasi. Sehingga apabila dilihat dari kemampuannya dalam mengirim pesan dan memposisikan dirinya sebagai counter culture, dapat dikatakan bahwa street art adalah punk-nya seni rupa.
Soal memamerkan street art kepada publik, ada beberapa artist yang perlu diberi apresiasi seperti Juilee Pryor dengan muralnya, Space Invader dengan pixelated art-nya di Perancis, Shepard Fairey dengan poster yang Ia sebar di west coastdan masih banyak lagi artist lain dengan medium dan metode mereka masing-masing.

Tetapi inti dari tulisan ini bukan cuma soal memamerkan street art yang indah secara visual, juga bukan soal mana yang bernilai ekonomi tinggi, melainkan soal mengirim pesan. Di dalam perjalanan panjang street art, ada salah seorang artist yang dianggap punya dampak besar dalam dunia street art terutama mengenai metode yang Ia gunakan dalam mengirim pesan sehingga perlu untuk dibahas lebih detail, dan Ia meperkenalkan dirinya ke publik dengan nama Banksy.
Banksy adalah nama samaran dari seorang atau mungkin juga sekelompok street artist (mungkin juga sebuah gerakan) yang tumbuh dari Bristol, sebuah kota yang berada di barat daya Inggris. Identitas asli dari Banksy masih jadi perdebatan dan sepekulasi sampai saat ini, begitupun dengan karya-karyanya yang cenderung provokatif.
Alasan mengapa ditarik kesimpulan bahwa Banksy berasal dari kota Bristol adalah dikarenakan adanya penelusuran jejak graffiti di era awal Ia berkarya banyak ditemukan di Bristol dan beberapa gerakan sosial yang Ia lakukan berkaitan secara langsung dengan isu yang berkembang di Bristol.
Di awal karir Banksy pada tahun 1990-an, pada awalnya Ia menggunakan metode free handed graffiti. Tetapi metode tersebut tentunya sama sekali tidak cocok dengan dunia street art yang berada di grey area yang membutuhkan eksekusi serba cepat untuk menghindari penindakan dari otoritas terkait yaitu pihak kepolisian.

Setelah beberapa kali bermasalah dengan pihak kepolisian dan terpaksa meninggalkan karyanya dalam keadaan belum selesai, Banksy memutuskan untuk menggunakan metode yang lebih efektif dan presisi yaitu dengan stencil.
Banksy menggunakan karakter-karakter seperti polisi, tentara, anak-anak dan binatang seperti monyet dan tikus juga slogan-slogan satire sebagai simbol untuk menyampaikan pesannya menyangkut otoritarian, anti-perang, anarkisme, kapitalisme, kemanusiaan, kemiskinan, kerusakan lingkungan dan isu sosial yang lain.
Dengan konsisten menggunakan ciri khas visual dan pesan satire yang yang mudah dicerna, pada tahun 2000-an karya-karya Banksy dalam bentuk mural, instalasi terutama stencil mulai dikenal luas oleh banyak orang dan memenuhi ruang publik di sekitaran Bristol, London dan diluar Inggris.

Tidak cukup dengan meninggalkan jejak iconic-nya di gedung-gedung, terowongan, kereta api dan trotoar sebagaimana yang street artist lain lakukan, Banksy membawa karyanya ke tempat-tempat yang lebih spesifik sesuai dengan isu yang ingin Ia sampaikan. Ketidakterbatasan ruang bagi street art dibuktikan Banksy dengan beberapa karya yang Ia tempatkan di ruang yang jauh lebih provokatif dari sebelumnya.
Beberapa ruang spesifik dan provokatif yang Banksy pilih antara lain adalah kebun binatang London, hal ini dilakukan Banksy dengan meninggalkan jejaknya bertuliskan “we’re bored of fish” setinggi 2 meter di kandang penguin dan tulisan “I want out, this place is too cold, keeper smells. Boring, boring, boring” di kandang gajah.
Yang kedua adalah beberapa museum besar seperti MoMA, Metropolitan Museum of Art, Brooklyn Museum, American Museum of Natural History dan British Museum dengan memajang beberapa karyanya menggunakan cara street art yaitu “hang and run”. Salah satunya adalah lukisan berjudul “Woman with Gas Mask” sebagai bentuk kritiknya terhadap isu lingkungan yang Ia pajang secara diam-diam di The Met, New York.

Tempat yang ketiga adalah Disneyland, tepatnya di pagar pembatas wahana roller coaster. Banksy memasang boneka tiup yang didandani seperti tahanan penjara Guantanamo lengkap dengan baju orange, penutup kepala dan borgol. Metode “hang and run” kali ini mendapat respon cepat dari pihak keamanan karena terjadi di tengah panasnya tensi peringatan tragedi 9/11.

Terakhir yang juga perlu disebutkan adalah kembalinya karya Banksy ke medium awal, yaitu tembok. Kali ini bukan tembok di Bristol atau London, tapi tembok yang Ia pilih kali ini berlokasi cukup jauh dari Inggris yaitu tembok pembatas Israel-Palestina. Banksy mengirim pesan perdamaian ditengah perang lewat beberapa karya yang salah satunya adalah karya dengan gambar anak kecil yang terlihat terbang meninggalkan tembok pembatas dengan menggunakan balon.

Selain cukup banyak mengirim pesan di ruang-ruang publik, Bansky juga membawa karyanya kedalam ruang pameran. Major exhibiton yang pernah diadakan Banksy diantaranya adalah berjudul “Turf War” pada tahun 2003, “Crude Oils” di tahun 2005 dan puncaknya pada 2006 Banksy mengadakan pameran pertamanya di Amerika dengan judul “Barely Legal”.
Dengan “Barely Legal”, Banksy mengubah sebuah gudang tak terpakai di Los Angeles menjadi galeri seni dengan karya yang memuat isu utama soal kemiskinan. Dalam pamerannya kali ini, selain memajang karyanya dalam bentuk lukisan, stencil dan instalasi, Banksy menambahkan sedikit eksperimen pertunjukan dalam pamerannya. Sedikit eksperiman pertunjukan yang dimaksud kali ini adalah dengan mengisi pamerannya dengan seekor gajah.

Dengan karya yang berpesan soal isu kemiskinan yang Ia pajang di galeri, ditambah seekor gajah sewaan yang dicat dengan 12 liter cat wajah sesuai dengan warna wallpaper dan ditambah dengan catatan yang disediakan untuk pengunjung bertuliskan “There’s an elephant in the room”, Banksy berusaha mengirim pesan kepada pengunjung dan mengingatkan betapa mudahnya perhatian kita dialihkan.
Gajah di dalam pameran adalah cara Banksy merepresentasikan metaphore “

There’s an elephant in the room, there’s a problem we never talk about. The fact is that life is not getting any fairer. 1.7 Billion people have no access to clean drinking water. 20 Billion people live below the poverty line.
Every day hundreds of people are made to feel physically sick by morons at art shows telling them how bad the world is but never actually doing something about it.
Anybody want a free glass of wine?
Seperti dalam pameran Banksy sebelumnya, lokasi pameran “Barely Legal” tidak diumumkan sampai pagi di hari yang sama pameran dibuka. Dengan besarnya kontroversi soal gajah dan nama Banksy di dunia seni, membuat informasi mengenai pameran ini tersebar dengan cepat sehingga membuat antrian panjang selama dibukanya pameran. Pameran Banksy kali ini mendapat perhatian yang cukup besar dari para wartawan, kritikus, kurator, kolektor dan didatangi banyak pengunjung yang biasa mendatangi MoMA.
Dengan besarnya perhatian yang ditujukan ke “Barely Legal”, membuat pameran ini seolah menjadi tanda dimulainya era baru street art dan seketika menarik perhatian para pakar seni. Dan fenomena ini tiba-tiba merubah street art menjadi barang dagangan yang populer dan menjadi artwork yang wajib ada di sebuah koleksi seni kontemporer.
Karya Banksy yang berawal dari jalanan sekarang berada di ruangan yang sama dengan Mondrian, Monet dan Picasso. Dalam beberapa bulan kemudian harga street art melonjak tinggi dan para kolektor berlomba mengkoleksi street art sebagai market baru yang masih segar. Beberapa pihak berusaha memanfaatkan naiknya harga street art dengan berbagai cara, salah satu pihak yang memanfaatkan ini adalah balai lelang.
Balai lelang terkemuka seperti Sotheby’s kini menjual street art dengan harga jutaan dollar, mengambilnya dari ruang publik untuk dijual ke kolektor seni mapan. Street art yang semula soal mengirim pesan sekarang berubah menjadi urusan jual-beli seperti yang telah diilustrasikan Banksy dalam karyanya yang berjudul “Morons”.

Monetisasi yang dilakukan balai lelang dengan skema kapitalis-nya telah membuat tujuan dan makna street art atau bahkan seni rupa secara umum menjadi kabur. Seperti yang sudah sering terjadi, kapitalisme selalu menemukan tempat bagi para musuh-musuhnya, tak terkecuali dengan street art. Hal ini terjadi juga pada beberapa karya Banksy yang berisi kritik tentang kapitalisme yang sekarang menjadi komoditas transaksional dari kapitalisme itu sendiri.
Mengenai perubahan tujuan dan makna dari seni rupa secara umum, Robert Hughes sebagai kritikus seni dalam tulisannya berpendapat bahwa:
“Art should make us feel more clearly and more intelligently. It should give us coherent sensations that we otherwise would not have had. But the price of a work of art is now part of its function, its new job is to sit on the wall and get more expensive. Instead of being the common property of humankind the way a book is, art becomes the particular property of somebody who can afford it. Suppose that every worthwhile book in the world cost $1million. Imagine what a catastrophic effect on culture that wouldt have.”
Tujuan dan makna seni rupa telah mengalami pergeseran besar, begitu juga Banksy yang telah membuktikan seberapa besar kekuatan seni rupa dalam mengirim pesannya. Seni rupa juga terbukti memiliki daya tampung yang juga besar dengan kemampuannya dalam mewakili sesuatu mulai dari isu soal penguin di kebun binatang hingga isu global seperti nasib warga yang terdampak perang Israel-Palestina.
Pergeseran yang ada bukan berarti menghilangkan nilai pesan yang dikirim Banksy dan street artist lain. Pesan-pesan yang dikirim street art tetap menjadi cara mereka dalam membangun kesadaran publik. Tentunya Banksy dan street artist baru yang lain akan selalu meninggalkan pesannya di ruang publik sebagai reaksi sosial terhadap isu yang berkembang.
Dan di tengah berbagai macam seni rupa dan segala kemegahan tafsirnya, setidaknya orang masih memiliki street art sebagai cara agar mereka merasa memiliki sesuatu disaat mereka tidak punya apa-apa.
Bagi orang yang tidak punya apa-apa tetapi punya banyak hal untuk disampaikan, seni bagi mereka tentu bukan hanya soal keindahan visual tetapi juga tentang keterwakilan pesan. Dan apabila seni rupa hanya soal komposisi visual yang indah tanpa pesan yang bisa diakses dan dicerna oleh publik, apa gunanya Ia dipelajari di lembaga pendidikan?
0 Komentar